Jika hidup mu penuh dengan
kesedihan, mungkin kamu mengira bahwa waktu begitu menyiksa dan sangat tidak
adil. Terkadang waktu juga yang membuat semua keadaan ini terjadi begitu lama
dan berulang-ulang. Kesedihan seringkali muncul di dalam hati dan pikiran ku.
Tapi itu dia waktu yang selalu berbuat sesuka hati. Waktu itu aku mulai
mengerti sebuah arti Hidup. Saat aku tidak memilikinya. Orang lain menganggap
semua seperti biasa tapi aku tidak. Semua pergi berlalu lalang,tapi tidak
memperhatikan aku. Melihat saja suatu hal yang sangat langkah bagi diriku.
Semua matahari yang terik dan
sangat panas yang menghampiri ku dan bahkan angin yang dingin menghampiriku
juga. Semua datang secara bersamaan yang tidak dapat aku lawan dengan baju di
tubuhku. Pakaian yang tersingkap di badan, kalah tebal dengan kulit badan yang
menutupi bagian dalam tubuh ini.
Uang sangatlah berarti di dunia
ini. Itu sangat kelihatan pada orang lain yang bergemilang harta dan penuh
kemewahan dalam hidupnya. Uang ini memang memiliki karakteristik dan bentuk
yang sangat unik. Setiap nominalnya sangat bergitu berharga. Aku bahkan lebih
keji daripada uang. Sebagian orang menganggap bahwa uang adalah segalanya. Dan
bahkan setiap nilai mata uang yang tertera memiliki arti yang penuh makna. Uang
yang jatuh ketempat yang jauh tersembunyi akan membuat sipemiliknya panik dan
kebingungan. Atau bahkan bisa mengubah pola hidup dan cara berfikirnya.
Jika dibandingkan uang dengan
diriku,itu memiliki takaran yang sangat jauh berbeda. Atau bahkan sangat-sangat
berat sebelah. Air mata terasa lebih ringan dan tidak berarti. Aku selalu
dikalahkan oleh benda itu. Aku lebih sering diabaikan dan terbengkalai. Aku begitu
tersiksa dan terlukai.
Satu persatu binatang kecil
bersayap datang dan menghampiri ku, seakan memangsa aku secara bersamaan dan
dalam waktu yang sangat cepat binatang itu telah ramai dan membentuk koloni.
Luka darah merah yang segar mengalir terus menerus dan mulai jatuh dari tubuh
ku yang kurus dan kering. Air mata yang semula ada dimata,secara perlahan jatuh
dan meninggalkan kelopak mata.
Air dingin terasa begitu sangat
menyakitkan jika menyentuh tubuh ku ini. Itu seperti api neraka yang
berkali-kali lipat panas dan perih nya. Itu membuatku begitu tersiksa dan tidak
mampu bertahan lama di dalam air dingin. Lubang besar mulai mengganga di bagian
belakang badan. Hampir sebesar telapak tangan ku sendiri. Tidak hanya disitu
saja, sebagian kecil juga menutupi bagian paha. Kedua luka itu, secara bertahap
bertambah besar dan hampir menutupi keseluruhan badan ini.
Pakaian yang aku kenakan hanya
mampu menahan sesaat saja jika matahari datang dan membakar tubuh ku. Dan baju
ini juga tidak mampu menghangatkan ku dikala hujan datang. Baju ini sudah lama
aku kenakan,dan aku lupa sudah berapa lamanya. Baju itupun tidak mampu menutupi
seluruh badanku. Aku masih bisa menutupi sebagian dari keseluruhan tubuh ini.
Aku sering datang ke pusat
keramaian atau datang menghampiri orang, demi meminta belas kasihan yang Tuhan
berikan disetiap hati manusia. Bukan belas kasihan yang aku dapatkan tapi Aku
sering menerima cairan putih yang keluar dari mulut mereka, dan juga sering
melihat orang lain menutup hidung mereka dengan tangan. Aku juga sering tidak
terlihat oleh mereka. Aku juga sering disiram air oleh mereka yang menganggap
itu menjadi pantas bagian dari diriku. Aku juga sering menelan air ludah dan
menahan lapar saat melihat mereka tertawa dan makan di atas meja bundar yang
terbuat dari kayu indah dan rapi.
Aku selalu berdoa, bahwa makanan
itu sekiranya terjatuh kelantai dan aku bisa memungutnya sesegera
mungkin,sehingga aku bisa merasakan makanan yang membuat mereka tertawa. Aku
juga berdoa,semoga makanan itu jatuh banyak dan tidak hanya dari satu meja
saja,kalau bisa dari setiap meja yang ada. Aku tetap memperhatikan setiap meja
dan sudut-sudut orang kaya tersebut.
Tapi, Tuhan memang mendengar doa
ku dan memang benar banyak makanan yang jatuh dari meja. Dan dengan begitu
banyaknya aku mulai menghitung meja-meja itu. Semua jari-jari tanganku tidak
cukup untuk menghitung makanan yang jatuh dari meja mereka. Betapa bahagianya
hatiku. Aku bahkan bisa menyimpannya buat nanti makan malam ku. Sudah
terbayangku dan terbenam dalam ingatan dan pikiranku juga. Aku terus
memperhatikan semuanya dengan seksama,dimana saat mereka lengah aku akan
berlari dan memungut makanan itu. Selagi aku memperhatikan makanan itu,
seseorang berbaju putih dan celana hitam
datang menghampiri setiap meja makan dan membawa sapu dan skop sampah. Lelaki
itu datang dan mulai membersihkan meja makan dan setiap lantainya dia buat
menjadi bersih dan mengkilap. Semua makanan itu tersapu bersih. Hilang semuanya
dari hadapan mata. Semua hilang begitu saja. Hilang semua harapan ku. Hilang
semua angan ku. Semuanya hilang.
Aku melihat ke atas langit. Aku
melihat awan yang menutupi matahari terik itu. Aku berkata dan sambil
menengadah keatas: apa aku terlalu tidak layak untuk hal itu, apakah aku tidak
bisa merasakan makanan itu. Atau bahkan makanan sisa sekalipun aku tidak
layakkah, Tuhan!. Saat itu, aku tidak mendapatkan jawaban itu,dan bahkan aku
menjadi sangat lapar. Aku hanya bisa menelan air ludah ditenggorokanku saja.
Semoga waktu yang pedih ini cepat berlalu.
Berjalan beberapa meter atau
kilometer, itu sudah hal yang biasa aku lalui. Orang yang melewati aku dan aku
juga melewati mereka begitu saja, tapi aku masih berharap bahwa ada seseorang
yang merasa iba kepada ku, terhadap keadaan ku. Aku sudah sangat lapar. Aku bahkan
tidak bisa menahannya lagi. Aku bahkan tidak bisa mengangkat kaki, dan sangat
terasa kaku. Aku bahkan sesekali hampir terjatuh dan tidak bisa berdiri tegak.
Aku kaku dan sangat kaku. Semua beban bertumpu pada kaki ku. Aku lelah dan
haus.
Aku tak mampu lagi. Aku jatuh……
Aku merasa takdir ku sudah
saatnya. Aku tidak dapat merasakan air ludah ku. Matahari sangat panas sekali
dan cahaya sangat begitu terang. Aku sudah tak dapat lagi menggerakan jari
kurus ku. Kaki kurus ku pun tidak bisaaku angkat. Perut yang kecil ini seperti
tong kosong tak terisi. Aku juga dapat merasakan detak jantung ku yang berdetak
begitu kencang dan lama kelamaan bunyi sudah mulai berdetak perlahan, dan mulai
hilang di desak telinga aku. Aku masih memiliki waktu, mungkin hanya beberapa
menit saja. Hingga aku bisa merasakan perihnya kehidupan ini. Pedihnya luka
yang ada di tubuh ini.
Aku berhenti bernafas.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar yang baik dan bijak dan berpendidikan.
jika ada komentar kamu berkaitan SARA, ETNIS dan tidak BERETIKA yang baik maka akan dihpus.
terima kasih